Ketika Lebah Bernyanyi
Selasa, 13 September 2022 06:42 WIB
Seminggu berlalu sejak terakhir kali aku mendengar kabar dari Yon. Bau kolonye-nya masih menempel di dinding kamar. Bukannya aku mengeluh, tapi vanilla dan anggur yang dulunya mempesona kini mengandung kebohongan yang terjalin rapi.
Seminggu berlalu sejak terakhir kali aku mendengar kabar dari Yon. Bau kolonye yang dia pakai masih menempel di dinding kamar. Bukannya aku mengeluh, tapi vanila dan anggur yang dulunya mempesona kini mengandung kebohongan yang terjalin rapi.
Tiga tahun lalu, aku menemani Melati ke pernikahan temannya. Melati mungkin lebih cantik dari kami berdua, dan ayah kami tidak pernah ragu untuk menunjukkannya pada semua orang.
Melati telah memberi tahuku tentang pernikahan ini, yang aku tidak benar-benar berniat menghadirinya. Untuk beberapa alasan, aku berubah pikiran.
Di acara inilah aku bertemu dengan pria tampan ini. Bibirnya yang sangat asimetris menarik perhatianku. Membentang dari satu sisi wajahnya yang lonjong ke sisi lain, seperti pemain akrobat yang dengan lembut melontarkan pujian manis padaku.
"Aku akan menjadi bodoh melihat seorang wanita cantik seperti ini dan gagal berkenalan dengannya," katanya sambil memegang tanganku dan menatap mataku lurus.
"Bisa aja! Aku yakin kalau aku bukan gadis pertama yang kamu gombalin.”
"Mungkin, tapi aku tidak berbohong tentang kecantikanmu."
Seharusnya aku tahu, jika seorang pria yang bibirnya meneteskan kata-kata penuh gairah seperti sarang tawon yang memuntahkan madu, suatu hari nanti akan meneteskan empedu. Dan ketika kamu mencintai seseorang dan berharap mereka menghentikan sifat nakal mereka, kamu harus bersedia mengambil tindakan yang keras.
Pastor Xaverius telah berkutbah di hari Minggu lalu, “Jika tanganmu menyebabkan kamu berbuat dosa, potonglah dan buanglah dia darimu.”
Apa yang harus kulakukan?
Dia sempat singgah, tapi hanya untuk mengambil barang-barangnya. Aku membujuknya untuk setidaknya makan siang denganku—untuk terakhir kalinya. Dia setuju.
Dan kini semuanya baik-baik saja di antara kami. Dia bersamaku setiap kali aku bersantai di beranda. Dia bersamaku ketika lebah mendekati bunga lavender dekat pot besar tembikar yang dia belikan untukku dua tahun lalu.
Meskipun demikian, ia sering duduk diam dan tidak memprotes setiap kali lebah berkeliaran di sekelilingnya. Aku menikmati suara dengung lebah, karena meningkatkan semangatku dan membuat aku bernyanyi.
Merogoh pot tembikar dan menggendongnya keluar, mengelus bibir asimetris sempurna yang pernah mencengkeram hatiku bertahun-tahun yang lalu. Aku menelusuri daging keunguan yang kini kaku, dan menegurnya seperti yang kulakukan setiap kali kami berdua di sini.
“Ayolah, Sayang. Kamu tahu bahwa tidak sopan untuk tetap diam saat lebah bernyanyi.”
Bandung, 12 September 2022

Penulis Indonesiana
0 Pengikut

Anak-anak Malam Minggu
Sabtu, 2 September 2023 17:05 WIB
Babad Republik Sewidak Loro: Setelah 25 Tahun Reformasi
Senin, 29 Mei 2023 09:47 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler